Saya perempuan, bukan wanita.
Pernah terlintas statemen itu di linimasa twitter saya. Dan sayapun jadi penasaran. Kenapa beberapa dari temen saya gak mau disebut wanita, dan hanya mau disebut perempuan. Dan saya pun bertanya pada orang-orang apa itu perempuan dan apa itu wanita. Dan hasilnya?
Menurut temennya Raka temen saya:
Wanita: wanita berasal dari kata “betina” atau “wani ditata/berani diatur” menurut etimologi masyarakat jawa. (ref)
Perempuan: berasal dari bahasa sanksekerta “empu” yang berarti “tinggi/terhormat” (ref)
Oke, dan saya mulai bertanya-tanya. Kenapa mereka menganggap wanita itu kurang terhormat dibanding perempuan? Bukankah kalau benar itu berasal dari kata wani di tata alias berani di atur. Hey, ada kata berani disitu. Berarti untuk ditata membutuhkan keberanian –yang menurut saya– luar biasa. Untuk berani ditata, dibutuhkan jiwa yang luar biasa besar dan legowo. Untuk mengalah –sekali lagi mengalah, bukan kalah– memberikan nahkoda kepada pria (atau laki-laki?). Apa jadinya kalau satu kapal dua nahkoda? Satu pesawat dua kapten pilot?
Terus kenapa mesti laki-laki yang jadi nahkoda? Perempuan juga bisa! Hey, bukankah perempuan lebih berjiwa besar, lebih lembut dan lebih menggunakan hati daripada kami yang laki-laki ini? Ketika kami –laki-laki– sibuk jadi nahkoda, dan tidak cukup perhatian pada anak-anak kami (nanti), kalian para perempuan bisa membesarkan anak anak kami, dan anak anak kalian dengan lebih baik daripada kami yang kurang punya hati ini.
Patriarki sekali kamu Mid? Mungkin juga. Tapi tahu apa kamu tentang saya? Jangan ad hominem gitu dulu dong. Kalau saya melakukan kesalahan pemikiran, atau logical fallacies. Silahkan dibenarkan.
Temans, hanya seorang per-empu-an lah yang wani ditata. Tolong, sekali lagi tolong. Pahami dulu dengan baik istilah (dalam hal ini istilah Jawa) sebelum berstatemen. Kalau sudah? Mungkin jalan pikiran kita beda. Saya benar, tapi mungkin juga salah kan?
Selamat hari perempuan sedunia 🙂