Semacam Ngagraris

image

Gambar itu adalah view di depan “kantor agraris” kami. Menentramkan yah? Oiya, di tempat ini anginnya semilir lho. Dan bagaimana saya berujung di sini? Begini ceritanya.

Beberapa bulan yang lalu, setelah lontang-lantung haha hihi ndak jelas, saya ditawari Bernad dan Benx untuk bergabung dengan mereka, sama-sama mencari rejeki di bidang aiti. Tanpa berpikir panjang, saya iyakan tawaran itu. Tawaran yang bisa saya bilang terlalu sayang buat dilewatkan.

Apa yang lebih menyenangkan dibandingkan bekerja bareng kawan? Bareng-bareng merasakan mepetnya modal, seneng ketika dapat recehan, sampai menghadapi klien dengan macam-macam kelakuan. Mulai dari yang mengalir seperti air, sampai yang lebih keras dari semen yang dipakai merehab candi Prambanan.

Dan beberapa bulan kemudian, disinilah saya berakhir membangun impian, di sisi selatan Jogja yang jauh dari keramaian, tempat yang sungguh menyenangkan meskipun tak banyak pilihan hiburan.

Hamid, yang kembali memikirkan aneka macam cicilan…

No Post November

Judul yang sangat keminggris ya? Sudah gitu diragukan kebenaran Inggris nya. Ben! Sing penting itu tampak menyenangkan di telinga saya, istilahnya semacam berima.

Lalu apa maksudnya judul itu?
Maksude ya… Ternyata saya hampir ndak posting blass di bulan November! Hanya satu pun sebuah aside, yang sebenere lebih bersifat surhat yang kelepasan. Duh!

Desember ketoke aku kudu nulis (meneh)…

Kita lahir dengan tidak punya apa-apa, cuma ada orang yang sayang banget dan berdedikasi sama kita. Toh kita bisa segede gini kan akhirnya? Sama juga dengan kerjaanmu, yakin deh bakal gede asal kamu sayang dan berdedikasi.

— #shitkoalasays when I tell her about my new so called job.

Ada saat dimana kita saling diam, dalam perjalanan kita yang juga kita lakukan diam-diam, agar terhindar dari pertanyaan rumit banyak kawan.
Ada saat dimana aku dan kamu tak bertemu, tapi ada aku dalam doamu, begitupun ada kamu dalam doaku.
Ada saat dimana aku dan kamu saling ingat untuk membawakan sesuatu ketika kita tak pergi bersama, untuk diberikan saat bertemu melepas rindu.

Iya, aku rindu masa masa itu…

Menjadi Kidal

Hari ini, entah untuk berapa lama, saya menjadi kidal. Semacam pengalaman baru.

Koo bisa? Jadi begini ceritanya, semalem sewaktu jalan pulang dari pura pura ketemuan bahas kerjaan sama #dyx, terjadi hal yang kurang mengenakkan.

Di Jalan Solo depan Ambarukmo plaza, sebuah motor Plat R ngerem mendadak di tengah jalan tanpa alasan macam dia itu ponakannya Sultan Jogja. Suka suka udelnya tanpa minggir dulu atau gimana. Asu tenan.

Jadilah saya nabrak dia dari belakang. Dan kamipun sama sama jatuh. Tangan kanan saya gunakan buat menyangga jatuhnya. Jadilah njarem dan ndabisa dipake berkegiyatan.

Menyebalkan memang. Tapi ada dua hal yang patut disyukuri. Syukur belakang saya ndak ada kendaraan gede, dan menyenangkan melihat perubahan ekspresi seseorang dari tengil setengah mati jadi memelas sepenuh hati. Sambil menunjukkan di dompetnya tinggal puluhan ribu dua dan satu lima ribuan.

Hamid, yang nulis blog pake tangan kiri, serta misuh dalam hati karena mesti beli kacamata lagi.

Hari ini hari Minggu yah? Apa yang sudah kalian lakukan untuk merayakan Minggu? Menyenangkan?

Saya merayakan minggu dengan blah bloh pah poh seharian sambil pura-pura peduli memikirkan masa depan.

Hamid, kembali melingkari tanggal-tanggal.

Hujan dan Harapan

Hari ini hujan turun. Sepertinya pertama kali dalam musim ini. Itupun kalau saya tak salah ingat.

Saya selalu suka hujan. Baunya terkesan sederhana, tetapi luar biasa. Hujan biasanya juga membawa sesuatu yang istimewa buat saya, beberapa tahun lalu berupa kerjaan, tahun kemarin berupa cobaan hidup dan penghidupan.

Kali ini, bawa berita apa kau hujan?

Hamid, yang mencoba menulis di tengah-tengah emak yang ribut sedari Maghrib. Semua muanya ditanya, mulai dari lokasi gedung nikahan tetangga, sampai korek ada di mana.

Brisik!

Brisik mid, brisik!

Begitu kata significant other saya. Kepada saya yang akhir-akhir ini banyak bertanya kenapa begini, kenapa begitu. Kok begini, kok begitu. Dan tak jarang beberapa kali berujung keluhan.

Sekali dua kali keluhan itu tertumpah di blog ini. Ditulis dengan sedikit bumbu kemarahan dan kedongkolan, jadilah beberapa tulisan terakhir sama sekali gak enak dibaca. Setidaknya menurut si significant other saya itu. Yang langsung bilang kepada saya:

Brisik!

Bahkan tanpa e, dan ditambah dengan tanda seru.

Baiklah, sepertinya saya mesti menumpahkan sesuatu yang tidak terlalu menyebalkan. Bahkan kalau mungkin menyenangkan.

Ada ide ngomongin apa? 😀

Masalah Miskin

image
foto: mas jun / rasarab

Stiker angkot yang dijepret Mas Jun dari Iqbal Rasarab ini sungguh sangat menguatkan hati, dan sungguh mak jleb buat saya. Kata-kata sederhana, tapi dalem banget maknanya buat saya.

Tahun-tahun belakangan ini, hidup saya boleh dibilang fucked up. Ada wae perihal yang kurang mengenakkan, yang membuat saya hampir menangis. Menangis karena apa? Sepertinya stiker angkot tadi cukup bisa menggambarkan keadaan saya.

Saya tidak akan menangis, hanya karena miskin

Tidak tidak, saya tidak akan menangis, hanya karena menjadi miskin. Toh miskin itu relatif. Bagi orang sekaya Setiawan Djody, mungkin saya miskin, tapi saya termasuk beruntung bagi teman-teman yang tinggal di rumah kardus yang sewaktu-waktu bisa terbakar, atau digusur.

Saya akan menangis, bila kemiskinan saya ini mulai mengganggu. Mengganggu teman-teman baik saya terutama. Yang karena keadaan saya, saya menjadi gak asik, menjadi merepotkan, atau mungkin bagi beberapa, memalukan.

Teman-temanku, kuharap kalian mau memaafkan aku dan kemiskinanku. Kuharap kalian sabar bersamaku. Aku berjanji akan berusaha lebih keras lagi untuk menaikkan harkat diri hingga tak merepotkan atau memalukan kalian lagi.